Tentang Semarang





Letak Astronomis :

Kabupaten Semarang di Propinsi Jawa Tengah berada pada 110°14 ‘ 54,75” sampai dengan 110° 39‘ 3” Bujur Timur dan 7° 3’57” – 7° 30’ Lintang Selatan

Batas Wilayah :

Utara : Kota Semarang dan  Kabupaten Demak
Selatan : Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Magelang
Timur : Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Grobogan
Barat : Temanggung dan Kabupaten Kendal

Letak Geografis Kota Semarang :

6°, 5' - 7°, 10' Lintang Selatan dan 110°, 35' Bujur Timur

Luas Wilayah :
37,366,838 Hektar atau 373,7 km2


Penduduk
Penduduk di kota Semarang umumnya adalah suku Jawa.
Mereka menggunakan bahasa jawa untuk bertutur kata sehari-hari. Mereka menganut agama islam, dan Semarang memiliki komunitas tionghoa yang besar. Komunitas tersebut sudah berbaur dengan penduduk wilayah setempat dan menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi satu sama lain.


Adat Istiadat Semarang
Salah satu tradisi adat dari Semarang adalah perayaan tradisi Dudgeran. Dari tradisi tersebut, kita dapat melihat percampuran seluruh budaya yang ada di Semarang. Perpaduan budaya tersebut dapat dilihat pada “warak endog” (boneka binatang raksasa yang merupakan mitologis yang digambarkan sebagai symbol akulturasi budaya di Semarang). Kata warak berasal dari bahasa arab “wara’I” yang artinya suci. Sedangkan endog (telur) merupakan symbol pahala yang diterima manusia setelah menjalani proses suci.



Kesenian Kota Semarang
1. Tari Semarangan.
Tarian ini memiliki tiga jenis gerakan dasar, yaitu “ngondek”, “ngeyek”, dan “genjot”.
2. Tari Topeng.
Para penari mengenakan topeng, namun topeng tersebut tidak dipakai di wajah, melainkan membuat sebuah komposisi gerakan yang memainkan dua topeng tersebut. Tari Topeng lebih menonjolkan pada busana maupun properti yang dipakai oleh penarinya.
3. Gambang Semarang
Selain terdiri dari unsur musik, vokal, dan juga lawak/lelucon, Gambang Semarang juga dipadu dengan tarian tradisional. Seni tari Gambang Semarang memiliki gerakan yang berpusat pada pinggul penarinya.

Julukan Kota Semarang
Venice van Java: kota semarang banyak dilalui oleh sungai-sungai, seperti di Venice (Italia) sehingga Belanda menyebut semarang dengan julukan tersebut.
Kota Lumpia: disebut seperti itu karena semarang terkenal dengan makanan khasnya, yaitu lumpia. Lumpia terbuat dari akulturasi budaya Jawa dan Cina.
Kota Atlas: maksud kota atlas adalah aman, tertib, lancer, asri dan sehat.

Pariwisata
1.Wisata Alam
Pulau Tirangcawang, di kelurahan Tugu
Pulau Tirang, di kelurahan Tambak Harjo
Pulau Marina, di kelurahan Tawangsari
Pantai Maron, di kelurahan Tambak Harjo

2. Wisata Sejarah
Museum MURI, di kelurahan Tegalsari
Museum Jamu Nyonya Meneer, di kelurahan Muktiharjo
Museum Jawa Tengah, di kelurahan Gisikdrono
Lawang Sewu, di kelurahan Pindrikan Kidul

3. Wisata Religi
Masjid Agung Jawa Tengah, di kelurahan Sambirejo
Gereja Blenduk, di kecamatan Semarabg Utara
Candi Tugu, di kelurahan Tugorejo
Klenteng Sampoo Kong, di daerah Simongan

Makanan Khas Semarang
1. Bandeng presto
2. Lumpia
3. Wingko Babat

Tempat Bersejarah
1. KAUMAN/ KAMPUNG KAUMAN


Bangunan yang masih kokoh berdiri adalah Masjid Agung Semarang Kauman. Sebagai pusat peradaban Islam, maka Kauman sangat berperan penting dalam perkembangan Kota Semarang seperti saat ini. Dalam berbagai literasi sejarah jawa, Kauman sering disemayamkan pada kota-kota lama yang bernafaskan Islam. Kauman merupakan ciri khas kebudayaan Jawa yang lebih dekat dengan agama Islam. Ciri khas utama Kauman adalah adanya Masjid Wali sebagai tempat ibadah, bundaran Alun-alun sebagai saran sosial masyarakat dan pemerintah, pusat pemerintahan (komponen pengatur regulasi yang diterjemahkan kedalam peraturan) dan pasar tradisional sebagai pusat bisnis dan kebutuhan sehari-hari.
Sejarah menulis bahwa kawasan Kauman Semarang muncul ketika kerajaan Demak Bintoro (bintara) berdiri yang merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Kauman berasal dari kata kaum sing aman (kaum = qoum = tempat tinggal orang Islam). Jadi Kauman bisa bermakna tempat tinggal masyarakat Islam yang aman.
Ketika kerajaan Demak Bintoro sudah berdiri kokoh, maka untuk mempersatukan Demak dengan wilayah sekitarnya perlunya birokrasi pemerintahan yang bisa mengaturnya, salah satu tokoh yang memegang peran penting adalah Ki Ageng Pandan Arang I . Ki Ageng Pandan Arang merupakan putra dari Panembahan Sabrang Lor (Sultan Kedua dari Kesultanan Demak), pada awal babat alas diwilayah Semarang sebenarnya wilayah yang dituju disekitar Pragota (sekarang bernama Bergota). Namun kemudian zaman berkembang, maka Ki Ageng Pandan Arang kemudian juga menyebarkan Islam dan wilayahnya hingga Pedamaran (sekarang jalan Pedamaran yang berada di wilayah Semarang Tengah dan masih ada Pasar Pedamaran – berkembang lagi menjadi pasar Yaik dan Johar). Perkembangan tidak hanya sampai pusat ekonomi, namun juga pusat religi dengan membangun Masjid yang berada disebelah barat kali mberok yang sekarang bernama Masjid Agung Kauman Semarang.

Setelah Ki Ageng Pandan Arang I wafat, maka posisi pemerintah diserahkan pada anaknya yang bermana Pangeran Mangkubumi (atau disebut juga Ki Ageng Pandanaran II – Sunan Bayat). Pada tahun 1695, kawasan kota lama Semarang dihuni oleh beragam etnis yang bertujuan untuk melakukan perdagangan dan ekspansi wilayah. Ekspansi wilayah dilakukan oleh orang-orang Eropa (Belanda) yang ikut berkembang di Kawasan Kota Lama. Pada masa itu, pemerintah Hindia Belanda membangun kawasan elit dan perkantoran yang berjajar dari bundaran Bubakan hingga Bundaran Tugu Muda. Kemudian ada istilah yang membagi wilayah menjadi dua yaitu gedongan bagi kawasan elit Hindia Belanda dan Perkampungan bagi warga pribumi. Nah, kawasan perkampungan ini sekarang dikenal sebagai kampung pecinan, melayu dan kauman (Kalau bisa di katakan sebenarnya inilah kawasan kota lama sesunguhnya).


2. PECINAN

Pecinan merupakan sebutan bagi masyarakat tionghua dan keturunannya yang hidup berkelompok menjadi satu wilayah. Pada awalnya orang Tionghua bertempat di  Kota Lama, sebenarnya mereka hidup dan bertempat tinggal di Little Netherland yang berada di Kawasan Kota Lama. Namun pada tahun 1695 pemerintah Hindia Belanda secara tidak langsung membatasi akses masyarakat Tionghua hingga akhirnya berpindah di sekitar kawasan kampung Melayu. Namun karena nilai ekonomis dan budaya, orang-orang tionghua lebih banyak berkembang di sekitar selatan Kauman. Perkembangan masyarakat tionghua semakin banyak dan kemudian mendirikan kawasan dan rumah-rumah sendiri yang dibuat dengan atap genting dan pagar-pagar tinggi. Rumah-rumah masyarakat tionghua pertama kali berada di sekitar Pecinan Lor dan Wetan. Karena membutuhkan biaya tinggi dan berbagai syarat yang tidak mudah dalam mendirikan rumah, maka ketika itu hanya orang-orang tionghua yang kaya saja yang bisa membangun rumah.

Kondisi jalan yang tidak terlalu lebar seperti sekarang, membuat masyarakat Tionghua menciptakan sebuah moda transportasi dengan memakai tenaga kuda yang disebut dengan Be Too. Masyarakat Tionghua lebih banyak melakukan aktivitas perdangangan yang berasal dari Cina (Tiongkok) seperti perhiasan, sutra, keramik dan lain sebagainya. Hingga sekarang, perdagangan tersebut masih banyak bergerak di kawasan pecinan. Misalnya kawasan perhiasan dan kain yang berada di Jalan Wahid Hasyim. Poin yang menjadi titik kebangkitan orang Tionghua di Semarang adalah ketika Pemerintah Hindia Belanda mulai mendekati orang-orang Tionghua yang sukses. Salah satunya dengan mengangkat orang Tionghua menjadi pejabat di kantor-kantor pemerintah Hindia Belanda. Kwee Kiau Loo adalah orang Tionghua pertama yang menjadi pejabat Hindia Belanda.


Namun hal tersebut tidak berlangsung lama, ketika Semarang secara de yure diserahkan kepada Pemerintah Hindia Belanda yang dikuasai oleh VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie - Perserikatan Perusahaan Hindia Timur) oleh Susuhunan Mataram maka beradaan masyarakat Tionghua sedikit menjadi bergoyah. Salah satunya dengan memberikan pajak tinggi terhadap barang dagangan yang dikelola oleh orang Tionghua seperti arak dan garam. Walapun begitu, pajak yang dikenakan justru merupakan sumbangan tinggi bagi  keberadaan Semarang pada masa lalu.  Dalam bidang perdagangan, orang Tionghua di Semarang memiliki peranan yang besar karena adanya pendapatan masuk ke kas pemerintah Hindia Belanda dari faktor pajak dan cukai.
Pada masa itu, banyak orang Tionghua yang menjadi kepala kapal (syahbandar) karena memang, perdagangan ekspor dan impor dilakukan dengan jalur laut pelabuhan Semarang. Sehingga ada istilah yang mengatakan ada banyak bandar di kawasan pecinan, sampai sekarang penamaan bandar bisa di temukan di sekitar kawasan pecinan yang bernama Jalan Subandaran. Selain berperan dalam pendapatan dari cukai dan pajak, orang Tionghua juga berperan dalam mendirikan beberapa pabrik-pabrik kecil yang bisa menjadi tempat mata pencaharian penduduk lain.


3. KAMPUNG EROPA (LITTLE NETHERLAND)


Kampung Eropa atau Little Netherland merupakan sebutan untuk wilayah yang dihuni oleh orang-orang Belanda. Kawasan yang lebih umum disebut dengan Kota Lama Semarang ini mulai berkembang pada tahun 1741. Pada awal mula, kawasan eropa ini hanya berupa gedung perkantoran, gudang, namun kemudian berkembang menjadi pusat budaya dan perdagangan dengan banyaknya bermunculan hotel, perumahan elit dan beberapa bangunan lain. Ciri mendasar dari sebuah kampung Eropa adalah desain gedung dengan arsitektur model art deco. Bangunan yang masih terawat seperti Bangunan Lawang Sewu yang merupakan bekas perkantoran bagi perusahaan Kereta Api Hindia Belanda atau NIS (Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij). Orang Belanda yang bermukim di Semarang tidaklah sebanyak orang Tionghua, namun mereka menguasa segala akses pemerintahan dan perdagangan sehingga lebih mudah melakukan pertukaran budaya.

Kawasan perumahan kaum elit dibuat sedemikian rupa (kawasan gereja blenduk), membuat akses jalan darat seperti jalan Deandels dan Jalur kereta api yang menghubungkan antara Semarang – Surakarta – Jogjakarta dan Ambarawa. Peranan penting yang bisa telihat adalah adanya transportasi perkeretaapian yang bagus yang merupakan cikal-bakal seluruh jalur kereta api di Indonesia. Karena memang, Trans Kereta Api Semarang - Tanggung (Tanggungharjo, Grobogan, Jawa Tengah) yang dibuat pada tahun 1867 merupakan jalur kereta api yang pertama di Indonesia. Selain membangun sarana transportasi, orang Belanda juga membuat akses semakin mudah dari kota ke kota di jawa tengah dimulai dari Semarang, walaupun banyak masyarakat pribumi yang menjadi tidak nyaman karena adanya tanam paksa dan rodi.
Dua bangunan yang sekarang menjadi icon Semarang merupakan peninggalan orang eropa dimasanya yaitu Lawang Sewu dan Gerejo Blenduk. Sementara Stasiun dan Polder tawang merupakan sarana yang dibuat untuk mempermudah akses perdagangan.

4. KAMPUNG MELAYU

Merupakan perkampungan yang dihuni oleh etnis keturunan Arab dan sebagian dari orang Tionghua. Keberagaman ini kemudian yang menjadikan penaman dari Melayu. Saat ini kampung melayu bisa di lihat di sekitar jalan Layur, dimana dijalan tersebut berdiri masjid lama yang disebut dengan Masjid Menara. Karena memang terdapat menara yang berfungsi sebagai tempat adzan. Namun saat ini keberadaan orang-orang Arab dan Tionghua di jalan layur dapat dikatakan hampir tidak ada. Hal utama yang menyebabkan karena adanya aliran air sungai (rob) yang tidak lancar. Sehingga mudah terjadi banjir rob, menjadikan jalanan menjadi kotor sehingga nampak kumuh. Persoalan inilah yang hingga saat ini menjadi masalah utama Pemerintah Kota Semarang yang belum ada titik terang kapan bisa terselesaikan.
Sebagai gambaran sederhana dari kampung melayu adalah keberagaman budaya yang nampak dari bangunan rumah. Bangunan rumah yang disesuaikan dengan kekhasan etnis seperti ornamen kaligrafi bagi masyarakat arab. Sisa bangunan yang bisa dilihat dari kampung melayu di Semarang adalah Masjid Menara dan Klenteng yang saat ini ada di kawasan Pecinan.



Sumber
http://semarangdansekitarnya.blogspot.com/p/letak-geografis.html
http://coretanpetualang.wordpress.com/2011/09/23/lebih-dekat-dengan-semarang-catatan-sejarah-kebudayaan-semarang-tempo-dulu/
http://nadyaaoctaa.blogspot.com/2012/11/kebudayaan-suku-jawa-dan-kebudayaan.html
Tags: ×

3 comments