• RSSRSS
  • TwitterTwitter
  • FacebookFacebook

Architectural Design Studio 5

Maritime Museum Project Departement of Architecture, Islamic University of Indonesia 2013/2014
  • Home
  • Data
    • Primer
      • Observasi Site
    • Sekunder
      • ---
  • Referensi
    • Pustaka
      • Museum
      • Museum Bahari
      • 8 Element of Urban Design (Hamid Shirvani)
      • Standart for Urban Design (Edinburgh) - City Wide Dimension
    • Preseden Museum
      • Western Australian Maritime Museum
      • Patricia and Philip Forst Museum of Science
      • National Museum of Marine Corps
      • Vancouver Maritime Museum
      • Voyager New Zealand Maritime Museum
  • Ekskursi Semarang
    • Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT)
    • Klenteng Sam Poo Kong
    • Kota Lama Semarang
    • Lawang Sewu
  • Proses Perancangan
    • PRA UTS
      • Analisis Makro
      • Analisis Mezo
      • Analisis Mikro
    • PASCA UTS
  • Lokasi Site
  • Tentang Kami

PROSES PERANCANGAN

PENGKAJIAN PANTAI MARINA
MENURUT  TEORI HAMID SHIRVANI
LAND USE
Garis horizontal  = kawasan pemukiman
Garis vertikal  = kawasan komersial



PENDUKUNG AKTIFITAS
•Sebenarnya kami tidak menemukan ruang khusus untuk fungsi ini,tetapi yang terjadi di site adalah penggunaan “lahan kosong” yang ada digunakan untuk aktifitas para PKL
SIRKULASI DAN AREA PARKIR
•Untuk sirkulasi sendiri menurut kami sudah lebih dari cukup,sehingga dengan kelebihan tersebut fungsinya menjadi dua antara parkir area dan sirkulasi,karena tidak ada area khusus parkir pengunjung pantai

JALAN PEJALAN KAKI
•Sudah ada pedestrian disana yang menurut kami juga cukup hanya hanya mungkin karena kurangnya pengawasan dan kesadran pedestrian ini sendiri akhirnya menjadi berfungsi ganda baik itu denganmenjadi “ruang cuci” atau tempat lapak bagi PKL

RUANG TERBUKA (HIJAU)
•Ruangannya sudah ada tetapi karena kebutuhan ruang lain yang berlebih sehingga fungsi ruang ini menjadi tergeser

TEORI





Dalam buku The Edinburgh Standards for Urban Design terdapat pembahasan tentang City Wide Dimension yang terbagi menjadi 5 point, yaitu:

1. INTEGRASI PENGEMBANGAN BARU DAN KONTRIBUSI UNTUK KEKHASAN (INTEGRATE NEW DEVELOPMENT AND CONTRIBUTE TO DISTINCTIVENESS)

Mengidentifikasi peran situs dalam struktur perkotaan dengan rancangan baru yang besar ke dalam struktur kota dan memastikan bahwa perkembangan baru menekankan, mempertahankan atau meningkatkan identitas Kota.

Komponen-komponen kunci di struktur perkotaan Edinburgh adalah:

a. Topografi dan Situasi alami, yakni:
    -pemandangan alam dan perbukitan
    -tepian pantai, tepian sungai, dan kanal
    -Lembah, dll

b. Gerbang kota dan jalur arteri (akses utama) mampu memberikan:
    -Pesan visual karakter kota
    -Pesan visual citra kota
    -Identitas kota.

c. Situs warisan sejarah, meliputi:
   -Struktur parsial yang khas
   -Pola bangunan
   -Bentang kota (townscape)
   -Karakter khusus

e.Bentuk bangunan (garis langit dan grafik alam) dan landmark


Tantangan dan Peluang Pengembangan Wilayah

Jenis perkembangan membutuhkan Pendekatan desain yang cermat yakni:

■ terletak pada atau di sepanjang tepi jalur hijau, pada gerbang pintu masuk, sepanjang jalan utama atau jalur utama lainnya yang bersifat linier

■ dekat atau di dalam area utama transisi antara satu jenis tepi dan lainnya, misalnya pengembangan dekat dengan membuka ruang antara daerah perumahan dan daerah pusat, sekitar desa, antara satu daerah penunjukan lansekap dan lain, dalam atau dekat dengan Kawasan Konservasi

■ di bidang perubahan strategis, misalnya daerah regenerasi, konsentrasi tua industri dan gudang, besar lembaga, transportasi Persimpangan dll

■ mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap ruang publik kota dan ruang hijau


2. KONTEKS dan PANDANGAN KOTA (CITY WIDE VIEWS AND CONTEXT)

Edinburgh mengajak kita untuk memakai pemandangan terbaik dari setiap sudut kota. Perancangan ini dapat mempengaruhi pandangan landmark, skyline dan pola tradisional perkotaan. Ini adalah bagian integral dari struktur dan identitas kota, sejarah, perkotaan dan karakter arsitektur.

Masalah penting yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan pandangan kota (city wide views) adalah:

■ Bentukan massa bangunan dan tinggi bangunan yang ada di perkotaan

■ Lokasi bangunan bersejarah, kawasan konservasi, atau dll

■ visibilitas dari setiap kunci atau incidental sudut pandang

■ Titik fokus ke pemandangan utama kota landmark dan siluet


3. MENETAPKAN TEPIAN KOTA (DEFINE CITY EDGES)

Pengaturan untuk tepi-tepi kota dapat ditingkatkan melalui perkembangan baru yaitu dengan menyediakan pembauran dan kontinuitas visual dari perkotaan ke daerah pedesaan .

Menetetapkan tepi & pengaturan kota tepi dapat didefinisikan dan ditingkatkan dalam berbagai cara yaitu:

■ Jalur hutan kota

■ Struktural penyangga lansekap

■ Kepadatan pemukiman sedang atau tinggi dihubungkan dengan zona lanskap

■ Variasi dan pemandangan massa atap yang rusak (umumnya maksimal tiga lantai untuk sifat bangunan)

■ Rute taman atau tempat untuk jalan setapak, jalur sepeda dan jalur kendali di pantai, sungai, dan tepi kanal.



4. BERTUJUAN UNTUK MENINGKATKAN CITRA dan KEJELIAN (AIM TO IMPROVE IMAGE AND LEGIBILITY)

Edinburgh membangun sebuah akses baru dari pintu gerbang utama sebuah kota dengan pemandangan khas dari kota tersebut untuk meningkatkan citra (image) dari kota tersebut. Karena apabila pembangunan disekitar pintu gerbang masuk disuguhkan dengan pembangunan kualitas rendah, maka itu dapat mencerminkan bagaimana citra pusat kota tersebut.


Akses utama akan memberikan cerita pengenalan menuju ke pusat kota melalui serangkaian zona yang terkait. Disamping itu rute-rute ini harus simpatik (memberi karakter) untuk penikmatnya.


5. MEMPERKUAT DAN MEMPERPANJANG JARINGAN RUANG HIJAU DAN MASYARAKAT (STRENGTHEN AND EXTEND THE NETWORK OF GREEN AND CIVIC SPACES)

Memperkuat jaringan ruang terbuka hijau yang Stategis dengan mengambil setiap kesempatan harus diambil untuk:

■ menciptakan ruang terbuka baru dan jaringan ke ruang hijau

■ memperkuat dan meningkatkan hubungan antara yang sudah ada dan perkembangan baru

■ memperluas jaringan jalur sepeda dan jalan setapak

■ memastikan perkembangan baru tidak membahayakan ruang terbuka yang ada serta terpisah dari kawasan pelestarian alam

Sumber:
The Edinburgh Standards for Urban Design, 2003

TEORI

8 Element of Urban Design Process

1. LAND USE (TATA GUNA LAHAN)

Tata Guna Lahan merupakan rancangan dua dimensi berupa denah peruntukan lahan sebuah kota. Ruang-ruang tiga dimensi (bangunan) akan dibangun di tempat-tempat sesuai dengan fungsi bangunan tersebut. Pemisahan letak fungsi lahan dengan pertimbangan optimalisasi lahan. Sebagai contoh, di dalam sebuah kawasan industri akan terdapat berbagai macam bangunan industri atau di dalam kawasan perekonomian akan terdapat berbagai macam pertokoan atau pula di dalam kawasan pemerintahan akan memiliki bangunan perkantoran pemerintah. Kebijaksanaan tata guna lahan juga membentuk hubungan antara sirkulasi/parkir dan kepadatan aktivitas/penggunaan individual.


Rencana Tata Guna Lahan Semarang

Terdapat perbedaan kapasitas (besaran) dan pengaturan dalam penataan ruang kota, termasuk di dalamnya adalah aspek pencapaian, parkir, sistem transportasi yang ada, dan kebutuhan untuk penggunaan lahan secara individual. Pada prinsipnya, pengertian land use (tata guna lahan) adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga dapat memberikan gambaran keseluruhan bagaimana daerah-daerah pada suatu kawasan tersebut seharusnya berfungsi.


2. BENTUK DAN MASSA BANGUNAN

Building form and massing membahas mengenai bagaimana bentuk dan massa-massa bangunan yang ada dapat membentuk suatu kota serta bagaimana hubungan antar-massa (banyak bangunan) yang ada. Pada penataan suatu kota, bentuk dan hubungan antar-massa seperti ketinggian bangunan, jarak antar-bangunan, bentuk bangunan, fasad bangunan, dan sebagainya harus diperhatikan sehingga ruang yang terbentuk menjadi teratur, mempunyai garis langit - horizon (skyline) yang dinamis serta menghindari adanya lost space (ruang tidak terpakai). Building form and massing dapat meliputi kualitas yang berkaitan dengan penampilan bangunan, yaitu :

a.Ketinggian Bangunan

Ketinggian bangunan berkaitan dengan jarak pandang manusia, baik yang berada dalam bangunan maupun yang berada pada jalur pejalan kaki (luar bangunan). Ketinggian bangunan pada suatu kawasan membentuk sebuah garis horizon (skyline). Ketinggian bangunan di tiap fungsi ruang perkotaan akan berbeda, tergantung dari tata guna lahan. Sebagai contoh, bangunan di sekitar bandara akan memiliki ketinggian lebih rendah dibanding bangunan di kawasan perekonomian.

b.Kepejalan Bangunan

Pengertian dari kepejalan adalah penampilan gedung dalam konteks kota. Kepejalan suatu gedung ditentukan oleh perbandingan tinggi : luas : lebar : panjang, olahan massa (desain bentuk), dan variasi penggunaan material.

c.Koefisien Lantai Bangunan (KLB)

Koefisien Lantai Bangunan adalah jumlah luas lantai bangunan berbanding luas tapak (jika KLB=200%, maka di tapak seluas 100m2, dapat dibangun bangunan dengan luas lantai 200m2 - lantai banyak). Koefisien Lantai Bangunan dipengaruhi oleh daya dukung tanah, daya dukung lingkungan, nilai harga tanah, dan faktor-faktor khusus tertentu sesuai dengan peraturan atau kepercayaan daerah setempat.

d.Koefisien Dasar Bangunan (Building Coverage)

Adalah luas tapak yang tertutup dibandingkan dengan luas tapak keseluruhan. Koefisien Dasar Bangunan dimaksudkan untuk menyediakan area terbuka yang cukup di kawasan perkotaan agar tidak keseluruhan tapak diisi dengan bangunan. Hal ini dimaksudkan agar daur lingkungan tidak terhambat terhambat, terutama penyerapan air ke dalam tanah.

e.Garis Sempadan Bangunan (GSB)

Garis Sempadan Bangunan merupakan jarak bangunan terhadap as jalan. Garis ini sangat penting dalam mengatur keteraturan bangunan di tepi jalan kota. Selain itu juga berfungsi sebagai jarak keselamatan pengguna jalan, terutama jika terjadi kecelakaan.

f.Langgam

Langgam atau gaya dapat diartikan sebagai suatu kumpulan karakteristik bangunan dimana struktur, kesatuan dan ekspresi digabungkan di dalam satu periode atau wilayah tertentu. Peran dari langgam ini dalam skala urban jika direncanakan dengan baik dapat menjadi guide line yang dapat menyatukan fragmen-fragmen dan bentuk bangunan di kota.

g.Skala

Rasa akan skala dan perubahan-perubahan dalam ketinggian ruang atau bangunan dapat memainkan peranan dalam menciptakan kontras visual yang dapat membangkitkan daya hidup dan kedinamisan.

h.Material

Peran material berkenaan dengan komposisi visual dalam perancangan. Komposisi yang dimaksud diwujudkan oleh hubungan antar elemen visual.

i.Tekstur

Dalam sebuah komposisi yang lebih besar (skala urban) sesuatu yang dilihat dari jarak tertentu maka elemen yang lebih besar dapat menimbulkan efek-efek tekstur.

j.Warna

Dengan adanya warna (kepadatan warna, kejernihan warna), dapat memperluas kemungkinan ragam komposisi yang dihasilkan.




Menurut Spreegen (1965), prinsip dasar perancangan kota, mensintesa berbagai hal penting berkaitan bentuk dan massa bangunan, meliputi berbagai hal sebagai berikut :

-Skala, dalam hubungannya dengan sudut pandang manusia, sirkulasi, bangunan disekitarnya dan ukuran kawasan.

-Ruang kota, yang merupakan elemen dasar dalam perencanaan kota yang harus memperhatikan bentuk (urban form), skala, sense of enclosure dan tipe urban space.

-Massa kota (urban mass), yang di dalamnya meliputi bangunan, permukaan tanah, objek-objek yang membentuk ruang kota dan pola aktivitas.



3. SIRKULASI DAN PARKIR

Sirkulasi adalah elemen perancangan kota yang secara langsung dapat membentuk dan mengkontrol pola kegiatan kota, sebagaimana halnya dengan keberadaan sistem transportasi dari jalan publik, pedestrian way, dan tempat-tempat transit yang saling berhubungan akan membentuk pergerakan (suatu kegiatan). Sirkulasi di dalam kota merupakan salah satu alat yang paling kuat untuk menstrukturkan lingkungan perkotaan karena dapat membentuk, mengarahkan, dan mengendalikan pola aktivitas dalam suatu kota. Selain itu sirkulasi dapat membentuk karakter suatu daerah, tempat aktivitas dan lain sebagainya.

Tempat parkir mempunyai pengaruh langsung pada suatu lingkungan yaitu pada kegiatan komersial di daerah perkotaan dan mempunyai pengaruh visual pada beberapa daerah perkotaan. Penyediaan ruang parkir yang paling sedikit memberi efek visual yang merupakan suatu usaha yang sukses dalam perancangan kota.

Sirkulasi dan Parkir di Wilayah Pantai Marina


Elemen ruang parkir memiliki dua efek langsung pada kualitas lingkungan, yaitu :
a. Kelangsungan aktivitas komersial.
b. Pengaruh visual yang penting pada bentuk fisik dan susunan kota.

Dalam merencanakan tempat parkir yang benar, hendaknya memenuhi persyaratan :
a. keberadaan strukturnya tidak mengganggu aktivitas di sekitar kawasan
b. pendekatan program penggunaan berganda
c. tempat parkir khusus
d. tempat parkir di pinggiran kota.

Dalam perencanaan untuk jaringan sirkulasi dan parkir harus selalu memperhatikan :
a. Jaringan jalan harus merupakan ruang terbuka yang mendukung citra kawasan dan aktivitas pada kawasan.
b. Jaringan jalan harus memberi orientasi pada penggunan dan membuat lingkungan yang legible.
c. Kerjasama dari sektor kepemilikan dan privat dan publik dalam mewujudkan tujuan dari kawasan.


4. RUANG TERBUKA

Berbicara tentang ruang terbuka (open space) selalu menyangkut lansekap. Elemen lansekap terdiri dari elemen keras (hardscape seperti : jalan, trotoar, patun, bebatuan dan sebagainya) serta elemen lunak (softscape) berupa tanaman dan air. Ruang terbuka biasa berupa lapangan, jalan, sempadan sungai, green belt, taman dan sebagainya.

Dalam perencanan open space akan senantiasa terkait dengan perabot taman/jalan (street furniture). Street furniture ini bisa berupa lampu, tempat sampah, papan nama, bangku taman dan sebagainya.
Menurut S Gunadi (1974) dalam Yoshinobu Ashihara, ruang luar adalah ruang yang terjadi dengan membatasi alam. Ruang luar dipisahkan dengan alam dengan memberi jadi bukan alam itu sendiri (yang dapat meluas tak terhingga).

Alun Alun Simpang Lima Semarang


Elemen ruang terbuka kota meliputi lansekap, jalan, pedestrian, taman, dan ruang-ruang rekreasi. Langkah-langkah dalam perencanaan ruang terbuka :
a. Survey pada daerah yang direncanakan untuk menentukan kemampuan daerah tersebut untuk berkembang.
b. Rencana jangka panjang untuk mengoptimalkan potensi alami (natural) kawasan sebagai ruang publik.
c. Pemanfaatan potensi alam kawasan dengan menyediakan sarana yang sesuai.
d. Studi mengenai ruang terbuka untuk sirkulasi (open space circulation) mengarah pada kebutuhan akan penataan yang manusiawi.



5. JALAN PEJALAN KAKI

Elemen pejalan kaki harus dibantu dengan interaksinya pada elemen-elemen dasar desain tata kota dan harus berkaitan dengan lingkungan kota dan pola-pola aktivitas sertas sesuai dengan rencana perubahan atau pembangunan fisik kota di masa mendatang.

Pedestrian Way di Singapura


Perubahan-perubahan rasio penggunaan jalan raya yang dapat mengimbangi dan meningkatkan arus pejalan kaki dapat dilakukan dengan memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :
a. Pendukung aktivitas di sepanjang jalan, adanya sarana komersial seperti toko, restoran, café.
b. Street furniture berupa pohon-pohon, rambu-rambu, lampu, tempat duduk, dan sebagainya.

Dalam perancangannya, jalur pedestrian harus mempunyai syarat-syarat untuk dapat digunakan dengan optimal dan memberi kenyamanan pada penggunanya. Syarat-syarat tersebut adalah :
a. Aman dan leluasa dari kendaraan bermotor.
b. Menyenangkan, dengan rute yang mudah dan jelas yang disesuaikan dengan hambatan kepadatan pejalan kaki.
c. Mudah, menuju segala arah tanpa hambatan yang disebabkan gangguan naik-turun, ruang yang sempit, dan penyerobotan fungsi lain.
d. Punya nilai estetika dan daya tarik, dengan penyediaan sarana dan prasarana jalan seperti: taman, bangku, tempat sampah dan lainnya.


6. AKTIVITAS PENDUKUNG

Aktivitas pendukung adalah semua fungsi bangunan dan kegiatan-kegiatan yang mendukung ruang publik suatu kawasan kota. Bentuk, lokasi dan karakter suatu kawasan yang memiliki ciri khusus akan berpengaruh terhadap fungsi, penggunaan lahan dan kegiatan pendukungnya. Aktivitas pendukung tidak hanya menyediakan jalan pedestrian atau plasa tetapi juga mempertimbangkan fungsi utama dan penggunaan elemen-elemen kota yang dapat menggerakkan aktivitas.
Meliputi segala fungsi dan aktivitas yang memperkuat ruang terbuka publik, karena aktivitas dan ruang fisik saling melengkapi satu sama lain. Pendukung aktivitas tidak hanya berupa sarana pendukung jalur pejalan kaki atau plaza tapi juga pertimbangankan guna dan fungsi elemen kota yang dapat membangkitkan aktivitas seperti pusat perbelanjaan, taman rekreasi, alun-alun, dan sebagainya.

PKL di area Museum Fatahilah Jakarta

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penerapan desain activity support adalah :
a. Adanya koordinasi antara kegiatand engan lingkungan binaan yang dirancang.
b. Adanya keragaman intensitas kegiatan yang dihadirkan dalam suatu ruang tertentu.
c. Bentuk kegiatan memperhatikan aspek kontekstual.
d. Pengadaan fasilitas lingkungan.
e. Sesuatu yang terukur, menyangkut ukuran, bentuk dan lokasi dan fasilitas yang menampung activity support yang bertitik-tolak dari skala manusia


7. PRESERVASI

Preservasi dalam perancangan kota adalah perlindungan terhadap lingkungan tempat tinggal (permukiman) dan urban places (alun-alun, plasa, area perbelanjaan) yang ada dan mempunyai ciri khas, seperti halnya perlindungan terhadap bangunan bersejarah.

Jembatan Mberok dan Kali Semarang, Kota Lama Semarang

Manfaat dari adanya preservasi antara lain:
a. Peningkatan nilai lahan
b. Peningkatan nilai lingkungan
c. Menghindarkan dari pengalihan bentuk dan fungsi karena aspek komersial
d. Menjaga identitas kawasan perkotaan
e. Peningkatan pendapatan dari pajak dan retribusi

8. SIGNAGE

Penandaan yang dimaksud adalah petunjuk arah jalan, rambu lalu lintas, media iklan, dan berbagai bentuk penandaan lain. Keberadaan penandaan akan sangat mempengaruhi visualisasi kota, baik secara makro maupun mikro, jika jumlahnya cukup banyak dan memiliki karakter yang berbeda. Sebagai contoh, jika banyak terdapat penandaan dan tidak diatur perletakannya, maka akan dapat menutupi fasad bangunan di belakangnya. Dengan begitu, visual bangunan tersebut akan terganggu. Namun, jika dilakukan enataan dengan baik, ada kemungkinan penandaan tersebut dapat menambah keindahan visual bangunan di belakangnya.



Oleh karena itu, pemasangan penandaan haruslah dapat mampu menjaga keindahan visual bangunan perkotaan. Dalam pemasangan penandaan harus memperhatikan pedoman teknis sebagai berikut:
a. Penggunaan penandaan harus merefleksikan karakter kawasan.
b. Jarak dan ukuran harus memadahi dan diatur sedemikian rupa agar menjamin jarak penglihatan dan menghindari kepadatan.
c. Penggunaan dan keberadaannya harus harmonis dengan bangunan arsitektur di sekitar lokasi.
d. Pembatasan penggunaan lampu hias kecuali penggunaan khusus untuk theatre dan tempat pertunjukkan (tingkat terangnya harus diatur agar tidak mengganggu).
e. Pembatasan penandaan yang berukuran besar yang mendominir di lokasi pemandangan kota.



Penandaan mempunyai pengaruh penting pada desain tata kota sehingga pengaturan bentuk dan perletakan papan-papan petunjuk sebaiknya tidak menimbulkan pengaruh visual negatif dan tidak mengganggu rambu-rambu lalu lintas.



Sumber:
The Urban Design Process (1985), Hamid Shirvani.
http://fariable.blogspot.com/2011/01/elemen-perancangan-kota-hamid-shirvani.html

EKSKURSI SEMARANG




Lawang Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappijatau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelminaplein.

Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu) dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (lawang).


Gedung ini dibangun oleh bangsa Belanda sebagai kantor perusahaan pusat kereta api di Pulau Jawa. Lawang Sewu terdiri dari 4 lantai, yaitu lantai besmen, lantai 1 - lantai 3. Fungsi lantai besmen sebagai jalur drainase, lantai 1 dan 2 untuk kantor dan lantai 3 sebagai peredam panas (penghawaan).



Lantai 3 Lawang Sewu


Kesan horor yang timbul dari gedung ini bukan dimulai pada saat penjajahan Belanda, melainkan saat penjajahan Jepang (1942-1945). Ruang bawah tanah di anggap ruangan yang paling angker di Lawang Sewu ini. Fungsi asli ruang bawah tanah ini adalah tempat penyimpanan atau persediaan air bersih pada jaman Belanda. maka tak heran sampai sekarang bangunan tersebut terus tergenang air dan harus di pompa keluar agar air tidak membanjiri objek wisata utama di Lawang Sewu tersebut.

Ketika Jepang menduduki Semarang, dan Lawang Sewu digunakan sebagai pusat kedudukannya, ruang bawah tanah di alih fungsikan menjadi penjara dan tempat eksekusi. Diantaranya adalah:

Penjara Jongkok; lima sampai sembilan orang dimasukan dalam sebuah kotak sekitar 1,5 x 1,5 meter dengan tinggi sekitar 60 cm, mereka jongkok berdesakan lalu 'kolam' tersebut diisi air seleher kemudian kolam tersebut ditutup terali besi sampai mereka semua mati, ya benar aja mati.
terdapat 16 kolam dalam setiap ruangan, 8 ruangan bagian kanan dan 8 bagian kiri, ratusan kolam.

Penjara Berdiri; karena banyaknya orang yang ditangkap, dan penuhnya kolam penyiksaan mereka membuat tempat baru. lima sampai enam orang dimasukan dalam sebuah kotak sekitar 60 cm x 1 meter, mereka berdiri berdesakan kemudian ditutup pintu besi sampai mereka semua mati.Dipenggal; jika dalam seminggu mereka yg di penjara jongkok dan penjara berdiri masih hidup maka kepala mereka dipengggal dalam ruangan khusus.menggunakan bak pasir untuk mengumpulkan mayat tersebut.semua mayat dibuang ke kali kecil yang terletak disebelah gedung tersebut.


Penjara Jongkok

Penjara Berdiri






EKSKURSI SEMARANG



Dalam Studi Ekskursi ke Semarang kali ini kami berkesempatan untuk berkeliling Kota Lama Semarang yang khas dengan Arsitektur Indisch-nya.









EKSKURSI SEMARANG


Selain merupakan tempat ibadah dan ziarah juga merupakan tempat wisata yang menarik untuk di kunjungi. Tempat ini dikenal juga dengan sebutan Gedong Batu. Ada yang mengatakan nama ini dipakai karena asal mula tempat ini adalah sebuah gua batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu. Tetapi ada sebagian orang yang mengatakan bahwa sebenarnya asal kata yang benar adalah Kedong Batu, alias tumpukan batu-batu alam yang digunakan untuk membendung aliran sungai.





Komplek Klenteng Sam po Kong terdiri atas sejumlah anjungan yaitu Klenteng Besar dan gua Sam Po Kong, Klenteng Tho Tee Kong, dan empat tempat pemujaan (Kyai Juru Mudi, Kayai Jangkar, Kyai Cundrik Bumi dan mbah Kyai Tumpeng). Klenteng Besar dan gua merupakan bangunan yang paling penting dan merupakan pusat seluruh kegiatan pemujaan. Gua yang memiliki mata air yang tak pernah kering ini dipercaya sebagai petilasan yang pernah ditinggali Sam Po Tay Djien (Zheng He)

Bentuk bangunan klenteng merupakan bangunan tunggal beratap susun. Berbeda dengan tipe klenteng yang lain, klenteng ini tidak memiliki serambi yang terpisah. Pada bagian tengah terdapat ruang pemujaan Sam Po.
Menurut cerita, pada awal abad ke-15 Laksamana Zheng He (Cheng Ho) sedang mengadakan pelayaran menyusuri pantai laut Jawa dan sampai pada sebuah semenanjung. Karena ada awak kapal yang sakit, ia memerintahkan mendarat dengan menyusuri sebuah sungai yang sekarang dikenal dengan sungai Kaligarang. Ia mendarat disebuah desa bernama Simongan. Setelah sampai didaratan, ia menemukan sebuah gua batu dan dipergunakan untuk tempat bersemedi dan bersembahyang. Zeng He memutuskan menetap untuk sementara waktu ditempat tersebut. Sedangkan awak kapalnya yang sakit dirawat dan diberi obat dari ramuan dedaunan yang ada disekitar tempat itu.

Patung Zheng He (Cheng Ho)


Setelah ratusan tahun berlalu, pada bulan Oktober 1724 diadakan upacara besar-besaran sekaligus pembangunan kuil sebagai ungkapan terima kasih kepada Sam Po Tay Djien. Dua puluh tahun sebelumnya diberitakan bahwa gua yang dipercaya sebagai tempat semedi Sam Po runtuh disambar petir. Tak berselang lama gua tersebut dibangun kembali dan didalamnya ditempatkan patung Sam Po dengan empat anak buahnya yang didatangkan dari Tiongkok. Pada perayaan tahun 1724 tersebut telah ditambahkan bangunan emperan di depan gua.


Perayaan tahunan peringatan pendaratan Zheng He merupakan salah satu agenda utama di kota Semarang. Perayaan dimulai dengan upacara agama di kuil Tay Kak Sie, di Gang Lombok. Setelah itu kemudian dilanjutkan dengan arak-arakan patung Sam Po Kong di kuil Tay Kak Sie ke Gedong Batu. Patung tersebut kemudian diletakkan berdampingan dengan patung Sam Po Kong yang asli di Gedong Batu.

Tradisi unik ini bermula sejak pertengahan kedua abad ke-19. Pada masa itu, kawasan Simongan dikuasai oleh seorang tuan tanah yang tamak. Orang-orang yang hendak berkunjung ke kuil Sam Po Kong diharuskan membayar sejumlah uang yang harganya sangat mahal. Karena kebanyakan peziarah tidak mampu membayarnya, kegiatan pemujaan kemudian dialihkan ke kuil Tay Kak Sie. Sebuah replika patung Sam Po Kong kemudian dibuat dan diletakkan di dalam kuil Tay Kak Sie. Setiap tanggal 29 atau 30 bulan keenam menurut penanggalan Imlek Cina, patung duplikat tersebut diarak dari Tay Kak Sie ke Gedong Batu yang dimaksudkan agar patung replika tersebut mendapat berkah dari patung asli yang berada di dalam kuil Gedong Batu.

Pada tahun 1879 atau tahun kelima Guang Xu, kawasan Simongan dibeli oleh Oei Tjie Sien. Oei Tjie Sien merupakan ayah dari Oei Tiong Ham, penderma yang juga dikenal sebagai Raja Gula Indonesia. Sejak saat itu, para peziarah dapat bersembahyang di kuil Gedong Batu tanpa dipungut biaya apapun dan urusan pengurusan kuil diserahkan kepada Yayasan Sam Po Kong setempat. Pawai Sam Po Kong itu dihidupkan kembali pada tahun 1937 dan terus menjadi daya tarik hingga sekarang.


Sumber:

http://www.visitsemarang.com/artikel/klenteng-sam-po-kong

EKSKURSI SEMARANG



Terletak di Semarang, provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Masjid ini mulai dibangun sejak tahun 2001 hingga selesai secara keseluruhan pada tahun 2006. Masjid ini berdiri di atas lahan 10 hektar. Masjid Agung diresmikan oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 14 November 2006.

SEJARAH
Keberadaan bangunan masjid ini tak lepas dari Masjid Kauman Semarang. Pembangunan MAJT berawal dari kembalinya tanah banda (harta) wakaf milik Masjid Besar Kauman Semarang yang telah sekian lama tak tentu rimbanya. Raibnya banda wakaf Masjid Besar Kauman Semarang berawal dari proses tukar guling tanah wakaf Masjid Kauman seluas 119.127 ha yang dikelola oleh BKM (Badan Kesejahteraan Masjid) bentukan Bidang Urusan Agama Depag Jawa Tengah. Dengan alasan tanah itu tidak produktif, oleh BKM tanah itu di tukar guling dengan tanah seluas 250 ha di Demak lewat PT. Sambirejo. Kemudian berpindah tangan ke PT. Tensindo milik Tjipto Siswoyo.



Pada tanggal 6 juni 2001 Gubernur Jawa Tengah membentuk Tim Koordinasi Pembangunan Masjid Agung Jawa Tengah untuk menangani masalah-masalah baik yang mendasar maupun teknis. Berkat niat yang luhur dan silaturahmi yang erat, dalam waktu kerja yang amat singkat keputusan-keputusan pokok sudah dapat ditentukan : status tanah, persetujuan pembiayaan dari APBD oleh DPRD Jawa Tengah, serta pemiilhan lahan tapak dan program ruang.
MAJT diresmikan pada tanggal 14 November 2006 oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono. Masjid dengan luas areal tanah 10 Hektar dan luas bangunan induk untuk shalat 7.669 meter persegi secara keseluruhan pembangunan Masjid ini menelan biaya sebesar Rp 198.692.340.000.

ARSITEKTUR

Masjid Agung Jawa Tengah dirancang dalam gaya arsitektural campuran Jawa, Islam dan Romawi. Diarsiteki oleh Ir. H. Ahmad Fanani dari PT. Atelier Enam Jakarta yang memenangkan sayembara desain MAJT tahun 2001.
Bangunan utama masjid beratap limas khas bangunan Jawa namun dibagian ujungnya dilengkapi dengan kubah besar berdiameter 20 meter ditambah lagi dengan 4 menara masing masing setinggi 62 meter ditiap penjuru atapnya sebagai bentuk bangunan masjid Universal Islam lengkap dengan satu menara terpisah dari bangunan masjid setinggi 99 meter sesuai dengan jumlah Asmaul Husna yang mengikuti gaya arsitektur menara kudus.

Menara di MAJT

Bentuk atap masjid dengan kubahnya

Gaya Romawi terlihat dari bangunan 25 pilar dipelataran masjid. Pilar pilar bergaya koloseum Athena di Romawi dihiasi kaligrafi kaligrafi yang indah, menyimbolkan 25 Nabi dan Rosul, di gerbang ditulis dua kalimat syahadat, pada bidang datar tertulis huruf Arab Melayu “Sucining Guno Gapuraning Gusti“.




FASILITAS
Masjid Agung Jawa Tengah ini, selain disiapkan sebagai tempat ibadah, juga dipersiapkan sebagai objek wisata religius. Untuk menunjang tujuan tersebut, Masjid Agung ini dilengkapi dengan wisma penginapan dengan kapasitas 23 kamar berbagai kelas, sehingga para peziarah yang ingin bermalam bisa memanfaatkan fasilitas.



Daya tarik lain dari masjid ini adalah Menara Al Husna atau Al Husna Tower yang tingginya 99 meter. Bagian dasar dari menara ini terdapat Studio Radio Dais (Dakwah Islam). Sedangkan di lantai 2 dan lantai 3 digunakan sebagai Museum Kebudyaan Islam, dan di lantai 18 terdapat Kafe Muslim yang dapat berputar 360 derajat. Lantai 19 untuk menara pandang, dilengkapi 5 teropong yang bisa melihat kota Semarang.

Area serambi Masjid Agung Jawa Tengah dilengkapi 6 payung raksasa otomatis seperti yang ada di Masjid Nabawi, Tinggi masing masing payung elektrik adalah 20 meter dengan diameter 14 meter. Payung elektrik dibuka setiap shalat Jumat, Idul Fitri dan Idul Adha dengan catatan kondisi angin tidak melebihi 200 knot, namun jika pengunjung ada yang ingin melihat proses mengembangnya payung tersebut bisa menghubungi pengurus masjid.


MAJT memiliki koleksi Al Quran raksasa berukuran 145 x 95 cm². Ditulis tangan oleh Drs. Khyatudin, dari Pondok Pesantren Al-Asyariyyah, Kalibeber, Mojotengah, Wonosobo. Lokasi berada di dalam ruang utama tempat shalat. Beduk raksasa berukuran panjang 310 cm, diameter 220 cm. Merupakan replika beduk Pendowo Purworejo. Dibuat oleh para santri pondok pesantren Alfalah, Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, asuhan KH Ahmad Sobri, menggunakan kulit lembu Australia.
Untuk memasuki kawasab Masjid Agung Jawa Tengah, pengunjung tidak dipungut biaya. Namun, jika pengunjung ingin memasuki area tertentu seperti Menara Asmaul Husna, pengunjung diwajibkan membayar Rp 3.000 per orang untuk jam kunjungan antara pukul 08.00-17.30 WIB. Dan apabila pengunjung datang pada jam 17.30-21.00 WIB tarif tersebut meningkat menjadi Rp 4.000 per orang. Bagi pengunjung yang ingin menggunakan teropong yang terdapat di Menara Asmaul Husna itu, maka pengunjung harus mengeluarkan ongkos tambahan sebesar Rp 500,- per menit.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Agung_Jawa_Tengah

Search

Blog Archive

  • ▼  2013 (19)
    • ▼  October (14)
      • PENGKAJIAN TEORI
      • The Edinburgh Standards for Urban Design - City Wi...
      • 8 Element of Urban Design Process by Hamid Shirvani
      • Tour de Semarang [5] - Lawang Sewu
      • Tour de Semarang [4] - Kota Lama Semarang
      • Tour de Semarang [3] - Klenteng Sam Poo Kong
      • Tour de Semarang [2] - Masjid Agung Jawa Tengah (M...
      • Tour de Semarang [1] - Observasi Site (Pantai Marina)
      • Museum Bahari
      • MUSEUM
      • Voyager New Zealand Maritime Museum
      • Vancouver Maritime Museum
      • National Museum of the Marine Corps
      • Patricia and Philip Frost Museum of Science
    • ►  September (5)

Categories

  • EKSKURSI SEMARANG (5)
  • HASIL DISKUSI (1)
  • PRESEDEN MUSEUM (5)
  • PRIMER (1)
  • PROSES PERANCANGAN (1)
  • REFERENSI (10)
  • SEJARAH (2)
  • SEMARANG (1)
  • TEORI (4)

Total Pageviews

Sparkline

Followers

Copyright 2013 STuPArch. All Rights Reserved.

Designed by WPZoom . Converted to Blogger by STuPArch