PROSES PERANCANGAN
PENGKAJIAN
PANTAI MARINA
MENURUT TEORI HAMID
SHIRVANI
LAND
USE
Garis horizontal =
kawasan pemukiman
Garis vertikal =
kawasan komersial
PENDUKUNG
AKTIFITAS
•Sebenarnya kami tidak
menemukan ruang khusus untuk fungsi ini,tetapi yang terjadi di site adalah
penggunaan “lahan kosong” yang ada digunakan untuk aktifitas para PKL
SIRKULASI
DAN AREA PARKIR
•Untuk sirkulasi sendiri
menurut kami sudah lebih dari cukup,sehingga dengan kelebihan tersebut
fungsinya menjadi dua antara parkir area dan sirkulasi,karena tidak ada area
khusus parkir pengunjung pantai
JALAN PEJALAN KAKI
•Sudah ada pedestrian
disana yang menurut kami juga cukup hanya hanya mungkin karena kurangnya
pengawasan dan kesadran pedestrian ini sendiri akhirnya menjadi berfungsi ganda
baik itu denganmenjadi “ruang cuci” atau tempat lapak bagi PKL
RUANG
TERBUKA (HIJAU)
TEORI
1. INTEGRASI PENGEMBANGAN BARU DAN KONTRIBUSI UNTUK KEKHASAN (INTEGRATE NEW DEVELOPMENT AND CONTRIBUTE TO DISTINCTIVENESS)
Mengidentifikasi peran situs dalam struktur perkotaan dengan rancangan baru yang besar ke dalam struktur kota dan memastikan bahwa perkembangan baru menekankan, mempertahankan atau meningkatkan identitas Kota.
Komponen-komponen kunci di struktur perkotaan Edinburgh adalah:
a. Topografi dan Situasi alami, yakni:
-pemandangan alam dan perbukitan
-tepian pantai, tepian sungai, dan kanal
-Lembah, dll
b. Gerbang kota dan jalur arteri (akses utama) mampu memberikan:
-Pesan visual karakter kota
-Pesan visual citra kota
-Identitas kota.
c. Situs warisan sejarah, meliputi:
-Struktur parsial yang khas
-Pola bangunan
-Bentang kota (townscape)
-Karakter khusus
e.Bentuk bangunan (garis langit dan grafik alam) dan landmark
Tantangan dan Peluang Pengembangan Wilayah
Jenis perkembangan membutuhkan Pendekatan desain yang cermat yakni:
■ terletak pada atau di sepanjang tepi jalur hijau, pada gerbang pintu masuk, sepanjang jalan utama atau jalur utama lainnya yang bersifat linier
■ dekat atau di dalam area utama transisi antara satu jenis tepi dan lainnya, misalnya pengembangan dekat dengan membuka ruang antara daerah perumahan dan daerah pusat, sekitar desa, antara satu daerah penunjukan lansekap dan lain, dalam atau dekat dengan Kawasan Konservasi
■ di bidang perubahan strategis, misalnya daerah regenerasi, konsentrasi tua industri dan gudang, besar lembaga, transportasi Persimpangan dll
■ mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap ruang publik kota dan ruang hijau
2. KONTEKS dan PANDANGAN KOTA (CITY WIDE VIEWS AND CONTEXT)
Edinburgh mengajak kita untuk memakai pemandangan terbaik dari setiap sudut kota. Perancangan ini dapat mempengaruhi pandangan landmark, skyline dan pola tradisional perkotaan. Ini adalah bagian integral dari struktur dan identitas kota, sejarah, perkotaan dan karakter arsitektur.
Masalah penting yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan pandangan kota (city wide views) adalah:
■ Bentukan massa bangunan dan tinggi bangunan yang ada di perkotaan
■ Lokasi bangunan bersejarah, kawasan konservasi, atau dll
■ visibilitas dari setiap kunci atau incidental sudut pandang
■ Titik fokus ke pemandangan utama kota landmark dan siluet
3. MENETAPKAN TEPIAN KOTA (DEFINE CITY EDGES)
Pengaturan untuk tepi-tepi kota dapat ditingkatkan melalui perkembangan baru yaitu dengan menyediakan pembauran dan kontinuitas visual dari perkotaan ke daerah pedesaan .
Menetetapkan tepi & pengaturan kota tepi dapat didefinisikan dan ditingkatkan dalam berbagai cara yaitu:
■ Jalur hutan kota
■ Struktural penyangga lansekap
■ Kepadatan pemukiman sedang atau tinggi dihubungkan dengan zona lanskap
■ Variasi dan pemandangan massa atap yang rusak (umumnya maksimal tiga lantai untuk sifat bangunan)
■ Rute taman atau tempat untuk jalan setapak, jalur sepeda dan jalur kendali di pantai, sungai, dan tepi kanal.
4. BERTUJUAN UNTUK MENINGKATKAN CITRA dan KEJELIAN (AIM TO IMPROVE IMAGE AND LEGIBILITY)
Edinburgh membangun sebuah akses baru dari pintu gerbang utama sebuah kota dengan pemandangan khas dari kota tersebut untuk meningkatkan citra (image) dari kota tersebut. Karena apabila pembangunan disekitar pintu gerbang masuk disuguhkan dengan pembangunan kualitas rendah, maka itu dapat mencerminkan bagaimana citra pusat kota tersebut.
Akses utama akan memberikan cerita pengenalan menuju ke pusat kota melalui serangkaian zona yang terkait. Disamping itu rute-rute ini harus simpatik (memberi karakter) untuk penikmatnya.
5. MEMPERKUAT DAN MEMPERPANJANG JARINGAN RUANG HIJAU DAN MASYARAKAT (STRENGTHEN AND EXTEND THE NETWORK OF GREEN AND CIVIC SPACES)
Memperkuat jaringan ruang terbuka hijau yang Stategis dengan mengambil setiap kesempatan harus diambil untuk:
■ menciptakan ruang terbuka baru dan jaringan ke ruang hijau
■ memperkuat dan meningkatkan hubungan antara yang sudah ada dan perkembangan baru
■ memperluas jaringan jalur sepeda dan jalan setapak
■ memastikan perkembangan baru tidak membahayakan ruang terbuka yang ada serta terpisah dari kawasan pelestarian alam
3. MENETAPKAN TEPIAN KOTA (DEFINE CITY EDGES)
Pengaturan untuk tepi-tepi kota dapat ditingkatkan melalui perkembangan baru yaitu dengan menyediakan pembauran dan kontinuitas visual dari perkotaan ke daerah pedesaan .
Menetetapkan tepi & pengaturan kota tepi dapat didefinisikan dan ditingkatkan dalam berbagai cara yaitu:
■ Jalur hutan kota
■ Struktural penyangga lansekap
■ Kepadatan pemukiman sedang atau tinggi dihubungkan dengan zona lanskap
■ Variasi dan pemandangan massa atap yang rusak (umumnya maksimal tiga lantai untuk sifat bangunan)
■ Rute taman atau tempat untuk jalan setapak, jalur sepeda dan jalur kendali di pantai, sungai, dan tepi kanal.
4. BERTUJUAN UNTUK MENINGKATKAN CITRA dan KEJELIAN (AIM TO IMPROVE IMAGE AND LEGIBILITY)
Edinburgh membangun sebuah akses baru dari pintu gerbang utama sebuah kota dengan pemandangan khas dari kota tersebut untuk meningkatkan citra (image) dari kota tersebut. Karena apabila pembangunan disekitar pintu gerbang masuk disuguhkan dengan pembangunan kualitas rendah, maka itu dapat mencerminkan bagaimana citra pusat kota tersebut.
Akses utama akan memberikan cerita pengenalan menuju ke pusat kota melalui serangkaian zona yang terkait. Disamping itu rute-rute ini harus simpatik (memberi karakter) untuk penikmatnya.
5. MEMPERKUAT DAN MEMPERPANJANG JARINGAN RUANG HIJAU DAN MASYARAKAT (STRENGTHEN AND EXTEND THE NETWORK OF GREEN AND CIVIC SPACES)
Memperkuat jaringan ruang terbuka hijau yang Stategis dengan mengambil setiap kesempatan harus diambil untuk:
■ menciptakan ruang terbuka baru dan jaringan ke ruang hijau
■ memperkuat dan meningkatkan hubungan antara yang sudah ada dan perkembangan baru
■ memperluas jaringan jalur sepeda dan jalan setapak
■ memastikan perkembangan baru tidak membahayakan ruang terbuka yang ada serta terpisah dari kawasan pelestarian alam
Sumber:
The Edinburgh Standards for Urban Design, 2003
TEORI
8 Element of Urban Design Process
Tata Guna Lahan merupakan rancangan dua dimensi berupa denah peruntukan lahan sebuah kota. Ruang-ruang tiga dimensi (bangunan) akan dibangun di tempat-tempat sesuai dengan fungsi bangunan tersebut. Pemisahan letak fungsi lahan dengan pertimbangan optimalisasi lahan. Sebagai contoh, di dalam sebuah kawasan industri akan terdapat berbagai macam bangunan industri atau di dalam kawasan perekonomian akan terdapat berbagai macam pertokoan atau pula di dalam kawasan pemerintahan akan memiliki bangunan perkantoran pemerintah. Kebijaksanaan tata guna lahan juga membentuk hubungan antara sirkulasi/parkir dan kepadatan aktivitas/penggunaan individual.
Rencana Tata Guna Lahan Semarang |
Terdapat perbedaan kapasitas (besaran) dan pengaturan dalam penataan ruang kota, termasuk di dalamnya adalah aspek pencapaian, parkir, sistem transportasi yang ada, dan kebutuhan untuk penggunaan lahan secara individual. Pada prinsipnya, pengertian land use (tata guna lahan) adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga dapat memberikan gambaran keseluruhan bagaimana daerah-daerah pada suatu kawasan tersebut seharusnya berfungsi.
2. BENTUK DAN MASSA BANGUNAN
Building form and massing membahas mengenai bagaimana bentuk dan massa-massa bangunan yang ada dapat membentuk suatu kota serta bagaimana hubungan antar-massa (banyak bangunan) yang ada. Pada penataan suatu kota, bentuk dan hubungan antar-massa seperti ketinggian bangunan, jarak antar-bangunan, bentuk bangunan, fasad bangunan, dan sebagainya harus diperhatikan sehingga ruang yang terbentuk menjadi teratur, mempunyai garis langit - horizon (skyline) yang dinamis serta menghindari adanya lost space (ruang tidak terpakai). Building form and massing dapat meliputi kualitas yang berkaitan dengan penampilan bangunan, yaitu :
a.Ketinggian Bangunan
Ketinggian bangunan berkaitan dengan jarak pandang manusia, baik yang berada dalam bangunan maupun yang berada pada jalur pejalan kaki (luar bangunan). Ketinggian bangunan pada suatu kawasan membentuk sebuah garis horizon (skyline). Ketinggian bangunan di tiap fungsi ruang perkotaan akan berbeda, tergantung dari tata guna lahan. Sebagai contoh, bangunan di sekitar bandara akan memiliki ketinggian lebih rendah dibanding bangunan di kawasan perekonomian.
b.Kepejalan Bangunan
Pengertian dari kepejalan adalah penampilan gedung dalam konteks kota. Kepejalan suatu gedung ditentukan oleh perbandingan tinggi : luas : lebar : panjang, olahan massa (desain bentuk), dan variasi penggunaan material.
c.Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Koefisien Lantai Bangunan adalah jumlah luas lantai bangunan berbanding luas tapak (jika KLB=200%, maka di tapak seluas 100m2, dapat dibangun bangunan dengan luas lantai 200m2 - lantai banyak). Koefisien Lantai Bangunan dipengaruhi oleh daya dukung tanah, daya dukung lingkungan, nilai harga tanah, dan faktor-faktor khusus tertentu sesuai dengan peraturan atau kepercayaan daerah setempat.
d.Koefisien Dasar Bangunan (Building Coverage)
Adalah luas tapak yang tertutup dibandingkan dengan luas tapak keseluruhan. Koefisien Dasar Bangunan dimaksudkan untuk menyediakan area terbuka yang cukup di kawasan perkotaan agar tidak keseluruhan tapak diisi dengan bangunan. Hal ini dimaksudkan agar daur lingkungan tidak terhambat terhambat, terutama penyerapan air ke dalam tanah.
e.Garis Sempadan Bangunan (GSB)
Garis Sempadan Bangunan merupakan jarak bangunan terhadap as jalan. Garis ini sangat penting dalam mengatur keteraturan bangunan di tepi jalan kota. Selain itu juga berfungsi sebagai jarak keselamatan pengguna jalan, terutama jika terjadi kecelakaan.
f.Langgam
Langgam atau gaya dapat diartikan sebagai suatu kumpulan karakteristik bangunan dimana struktur, kesatuan dan ekspresi digabungkan di dalam satu periode atau wilayah tertentu. Peran dari langgam ini dalam skala urban jika direncanakan dengan baik dapat menjadi guide line yang dapat menyatukan fragmen-fragmen dan bentuk bangunan di kota.
g.Skala
Rasa akan skala dan perubahan-perubahan dalam ketinggian ruang atau bangunan dapat memainkan peranan dalam menciptakan kontras visual yang dapat membangkitkan daya hidup dan kedinamisan.
h.Material
Peran material berkenaan dengan komposisi visual dalam perancangan. Komposisi yang dimaksud diwujudkan oleh hubungan antar elemen visual.
i.Tekstur
Dalam sebuah komposisi yang lebih besar (skala urban) sesuatu yang dilihat dari jarak tertentu maka elemen yang lebih besar dapat menimbulkan efek-efek tekstur.
j.Warna
Dengan adanya warna (kepadatan warna, kejernihan warna), dapat memperluas kemungkinan ragam komposisi yang dihasilkan.
Menurut Spreegen (1965), prinsip dasar perancangan kota, mensintesa berbagai hal penting berkaitan bentuk dan massa bangunan, meliputi berbagai hal sebagai berikut :
-Skala, dalam hubungannya dengan sudut pandang manusia, sirkulasi, bangunan disekitarnya dan ukuran kawasan.
-Ruang kota, yang merupakan elemen dasar dalam perencanaan kota yang harus memperhatikan bentuk (urban form), skala, sense of enclosure dan tipe urban space.
-Massa kota (urban mass), yang di dalamnya meliputi bangunan, permukaan tanah, objek-objek yang membentuk ruang kota dan pola aktivitas.
3. SIRKULASI DAN PARKIR
Sirkulasi adalah elemen perancangan kota yang secara
langsung dapat membentuk dan mengkontrol pola kegiatan kota, sebagaimana halnya
dengan keberadaan sistem transportasi dari jalan publik, pedestrian way, dan
tempat-tempat transit yang saling berhubungan akan membentuk pergerakan (suatu
kegiatan). Sirkulasi di dalam kota merupakan salah satu alat yang paling kuat
untuk menstrukturkan lingkungan perkotaan karena dapat membentuk, mengarahkan,
dan mengendalikan pola aktivitas dalam suatu kota. Selain itu sirkulasi dapat
membentuk karakter suatu daerah, tempat aktivitas dan lain sebagainya.
Tempat parkir mempunyai pengaruh langsung pada suatu
lingkungan yaitu pada kegiatan komersial di daerah perkotaan dan mempunyai
pengaruh visual pada beberapa daerah perkotaan. Penyediaan ruang parkir yang
paling sedikit memberi efek visual yang merupakan suatu usaha yang sukses dalam
perancangan kota.
Sirkulasi dan Parkir di Wilayah Pantai Marina |
Elemen ruang parkir memiliki dua efek langsung pada kualitas
lingkungan, yaitu :
a. Kelangsungan aktivitas komersial.
b. Pengaruh visual yang penting pada bentuk fisik dan
susunan kota.
Dalam merencanakan tempat parkir yang benar, hendaknya
memenuhi persyaratan :
a. keberadaan strukturnya tidak mengganggu aktivitas di sekitar
kawasan
b. pendekatan program penggunaan berganda
c. tempat parkir khusus
d. tempat parkir di pinggiran kota.
Dalam perencanaan untuk jaringan sirkulasi dan parkir harus
selalu memperhatikan :
a. Jaringan jalan harus merupakan ruang terbuka yang mendukung
citra kawasan dan aktivitas pada kawasan.
b. Jaringan jalan harus memberi orientasi pada penggunan dan
membuat lingkungan yang legible.
c. Kerjasama dari sektor kepemilikan dan privat dan publik
dalam mewujudkan tujuan dari kawasan.
4. RUANG TERBUKA
Berbicara tentang ruang terbuka (open space) selalu
menyangkut lansekap. Elemen lansekap terdiri dari elemen keras (hardscape
seperti : jalan, trotoar, patun, bebatuan dan sebagainya) serta elemen lunak
(softscape) berupa tanaman dan air. Ruang terbuka biasa berupa lapangan, jalan,
sempadan sungai, green belt, taman dan sebagainya.
Dalam perencanan open space akan senantiasa terkait dengan
perabot taman/jalan (street furniture). Street furniture ini bisa berupa lampu,
tempat sampah, papan nama, bangku taman dan sebagainya.
Menurut S Gunadi (1974) dalam Yoshinobu Ashihara, ruang luar
adalah ruang yang terjadi dengan membatasi alam. Ruang luar dipisahkan dengan
alam dengan memberi jadi bukan alam itu sendiri (yang dapat meluas tak
terhingga).
Alun Alun Simpang Lima Semarang |
Elemen ruang terbuka kota meliputi lansekap, jalan,
pedestrian, taman, dan ruang-ruang rekreasi. Langkah-langkah dalam perencanaan
ruang terbuka :
a. Survey pada daerah yang direncanakan untuk menentukan
kemampuan daerah tersebut untuk berkembang.
b. Rencana jangka panjang untuk mengoptimalkan potensi alami
(natural) kawasan sebagai ruang publik.
c. Pemanfaatan potensi alam kawasan dengan menyediakan
sarana yang sesuai.
d. Studi mengenai ruang terbuka untuk sirkulasi (open space
circulation) mengarah pada kebutuhan akan penataan yang manusiawi.
5. JALAN PEJALAN KAKI
Elemen pejalan kaki harus dibantu dengan interaksinya pada
elemen-elemen dasar desain tata kota dan harus berkaitan dengan lingkungan kota
dan pola-pola aktivitas sertas sesuai dengan rencana perubahan atau pembangunan
fisik kota di masa mendatang.
Pedestrian Way di Singapura |
Perubahan-perubahan rasio penggunaan jalan raya yang dapat
mengimbangi dan meningkatkan arus pejalan kaki dapat dilakukan dengan
memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :
a. Pendukung aktivitas di sepanjang jalan, adanya sarana
komersial seperti toko, restoran, café.
b. Street furniture berupa pohon-pohon, rambu-rambu, lampu,
tempat duduk, dan sebagainya.
Dalam perancangannya, jalur pedestrian harus mempunyai
syarat-syarat untuk dapat digunakan dengan optimal dan memberi kenyamanan pada
penggunanya. Syarat-syarat tersebut adalah :
a. Aman dan leluasa dari kendaraan bermotor.
b. Menyenangkan, dengan rute yang mudah dan jelas yang
disesuaikan dengan hambatan kepadatan pejalan kaki.
c. Mudah, menuju segala arah tanpa hambatan yang disebabkan
gangguan naik-turun, ruang yang sempit, dan penyerobotan fungsi lain.
d. Punya nilai estetika dan daya tarik, dengan penyediaan
sarana dan prasarana jalan seperti: taman, bangku, tempat sampah dan lainnya.
6. AKTIVITAS PENDUKUNG
Aktivitas pendukung adalah semua fungsi bangunan dan
kegiatan-kegiatan yang mendukung ruang publik suatu kawasan kota. Bentuk,
lokasi dan karakter suatu kawasan yang memiliki ciri khusus akan berpengaruh
terhadap fungsi, penggunaan lahan dan kegiatan pendukungnya. Aktivitas
pendukung tidak hanya menyediakan jalan pedestrian atau plasa tetapi juga
mempertimbangkan fungsi utama dan penggunaan elemen-elemen kota yang dapat
menggerakkan aktivitas.
Meliputi segala fungsi dan aktivitas yang memperkuat ruang
terbuka publik, karena aktivitas dan ruang fisik saling melengkapi satu sama
lain. Pendukung aktivitas tidak hanya berupa sarana pendukung jalur pejalan
kaki atau plaza tapi juga pertimbangankan guna dan fungsi elemen kota yang
dapat membangkitkan aktivitas seperti pusat perbelanjaan, taman rekreasi,
alun-alun, dan sebagainya.
PKL di area Museum Fatahilah Jakarta |
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penerapan desain
activity support adalah :
a. Adanya koordinasi antara kegiatand engan lingkungan
binaan yang dirancang.
b. Adanya keragaman intensitas kegiatan yang dihadirkan
dalam suatu ruang tertentu.
c. Bentuk kegiatan memperhatikan aspek kontekstual.
d. Pengadaan fasilitas lingkungan.
e. Sesuatu yang terukur, menyangkut ukuran, bentuk dan
lokasi dan fasilitas yang menampung activity support yang bertitik-tolak dari
skala manusia
7. PRESERVASI
Preservasi dalam perancangan kota adalah perlindungan
terhadap lingkungan tempat tinggal (permukiman) dan urban places (alun-alun,
plasa, area perbelanjaan) yang ada dan mempunyai ciri khas, seperti halnya
perlindungan terhadap bangunan bersejarah.
Jembatan Mberok dan Kali Semarang, Kota Lama Semarang |
Manfaat dari adanya preservasi
antara lain:
a. Peningkatan nilai lahan
b. Peningkatan nilai lingkungan
c. Menghindarkan dari pengalihan bentuk dan fungsi karena
aspek komersial
d. Menjaga identitas kawasan perkotaan
e. Peningkatan pendapatan dari pajak dan retribusi
8. SIGNAGE
Penandaan yang dimaksud adalah petunjuk arah jalan, rambu lalu lintas, media iklan, dan berbagai bentuk penandaan lain. Keberadaan penandaan akan sangat mempengaruhi visualisasi kota, baik secara makro maupun mikro, jika jumlahnya cukup banyak dan memiliki karakter yang berbeda. Sebagai contoh, jika banyak terdapat penandaan dan tidak diatur perletakannya, maka akan dapat menutupi fasad bangunan di belakangnya. Dengan begitu, visual bangunan tersebut akan terganggu. Namun, jika dilakukan enataan dengan baik, ada kemungkinan penandaan tersebut dapat menambah keindahan visual bangunan di belakangnya.
Oleh karena itu, pemasangan penandaan haruslah dapat mampu menjaga keindahan visual bangunan perkotaan. Dalam pemasangan penandaan harus memperhatikan pedoman teknis sebagai berikut:
a. Penggunaan penandaan harus merefleksikan karakter kawasan.
b. Jarak dan ukuran harus memadahi dan diatur sedemikian rupa agar menjamin jarak penglihatan dan menghindari kepadatan.
c. Penggunaan dan keberadaannya harus harmonis dengan bangunan arsitektur di sekitar lokasi.
d. Pembatasan penggunaan lampu hias kecuali penggunaan khusus untuk theatre dan tempat pertunjukkan (tingkat terangnya harus diatur agar tidak mengganggu).
e. Pembatasan penandaan yang berukuran besar yang mendominir di lokasi pemandangan kota.
Penandaan mempunyai pengaruh penting pada desain tata kota sehingga pengaturan bentuk dan perletakan papan-papan petunjuk sebaiknya tidak menimbulkan pengaruh visual negatif dan tidak mengganggu rambu-rambu lalu lintas.
Sumber:
The Urban Design Process (1985), Hamid Shirvani.
http://fariable.blogspot.com/2011/01/elemen-perancangan-kota-hamid-shirvani.html
EKSKURSI SEMARANG
Lawang Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappijatau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelminaplein.
Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu) dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (lawang).
Gedung ini dibangun oleh bangsa Belanda sebagai kantor perusahaan pusat kereta api di Pulau Jawa. Lawang Sewu terdiri dari 4 lantai, yaitu lantai besmen, lantai 1 - lantai 3. Fungsi lantai besmen sebagai jalur drainase, lantai 1 dan 2 untuk kantor dan lantai 3 sebagai peredam panas (penghawaan).
Lantai 3 Lawang Sewu |
Ketika Jepang menduduki Semarang, dan Lawang Sewu digunakan sebagai pusat kedudukannya, ruang bawah tanah di alih fungsikan menjadi penjara dan tempat eksekusi. Diantaranya adalah:
Penjara Jongkok; lima sampai sembilan orang dimasukan dalam sebuah kotak sekitar 1,5 x 1,5 meter dengan tinggi sekitar 60 cm, mereka jongkok berdesakan lalu 'kolam' tersebut diisi air seleher kemudian kolam tersebut ditutup terali besi sampai mereka semua mati, ya benar aja mati.
terdapat 16 kolam dalam setiap ruangan, 8 ruangan bagian kanan dan 8 bagian kiri, ratusan kolam.
terdapat 16 kolam dalam setiap ruangan, 8 ruangan bagian kanan dan 8 bagian kiri, ratusan kolam.
Penjara Berdiri; karena banyaknya orang yang ditangkap, dan penuhnya kolam penyiksaan mereka membuat tempat baru. lima sampai enam orang dimasukan dalam sebuah kotak sekitar 60 cm x 1 meter, mereka berdiri berdesakan kemudian ditutup pintu besi sampai mereka semua mati.Dipenggal; jika dalam seminggu mereka yg di penjara jongkok dan penjara berdiri masih hidup maka kepala mereka dipengggal dalam ruangan khusus.menggunakan bak pasir untuk mengumpulkan mayat tersebut.semua mayat dibuang ke kali kecil yang terletak disebelah gedung tersebut.
Penjara Jongkok |
Penjara Berdiri |
EKSKURSI SEMARANG
Selain merupakan tempat ibadah
dan ziarah juga merupakan tempat wisata yang menarik untuk di kunjungi. Tempat
ini dikenal juga dengan sebutan Gedong Batu. Ada yang mengatakan nama ini
dipakai karena asal mula tempat ini adalah sebuah gua batu besar yang terletak
pada sebuah bukit batu. Tetapi ada sebagian orang yang mengatakan bahwa
sebenarnya asal kata yang benar adalah Kedong Batu, alias tumpukan batu-batu
alam yang digunakan untuk membendung aliran sungai.
Komplek Klenteng Sam po
Kong terdiri atas sejumlah anjungan yaitu Klenteng Besar dan gua Sam Po
Kong, Klenteng Tho Tee Kong, dan empat tempat pemujaan (Kyai Juru Mudi, Kayai
Jangkar, Kyai Cundrik Bumi dan mbah Kyai Tumpeng). Klenteng Besar dan gua
merupakan bangunan yang paling penting dan merupakan pusat seluruh kegiatan
pemujaan. Gua yang memiliki mata air yang tak pernah kering ini dipercaya
sebagai petilasan yang pernah ditinggali Sam Po Tay Djien (Zheng He)
Bentuk bangunan klenteng
merupakan bangunan tunggal beratap susun. Berbeda dengan tipe klenteng yang
lain, klenteng ini tidak memiliki serambi yang terpisah. Pada bagian tengah
terdapat ruang pemujaan Sam Po.
Menurut cerita, pada awal abad ke-15 Laksamana
Zheng He (Cheng Ho) sedang mengadakan pelayaran menyusuri pantai laut Jawa dan sampai
pada sebuah semenanjung. Karena ada awak kapal yang sakit, ia memerintahkan
mendarat dengan menyusuri sebuah sungai yang sekarang dikenal dengan sungai Kaligarang.
Ia mendarat disebuah desa bernama Simongan. Setelah sampai didaratan, ia
menemukan sebuah gua batu dan dipergunakan untuk tempat bersemedi dan
bersembahyang. Zeng He memutuskan menetap untuk sementara waktu ditempat
tersebut. Sedangkan awak kapalnya yang sakit dirawat dan diberi obat dari
ramuan dedaunan yang ada disekitar tempat itu.
Patung Zheng He (Cheng Ho) |
Setelah ratusan tahun berlalu,
pada bulan Oktober 1724 diadakan upacara besar-besaran sekaligus pembangunan
kuil sebagai ungkapan terima kasih kepada Sam Po Tay Djien. Dua puluh tahun
sebelumnya diberitakan bahwa gua yang dipercaya sebagai tempat semedi Sam Po
runtuh disambar petir. Tak berselang lama gua tersebut dibangun kembali dan
didalamnya ditempatkan patung Sam Po dengan empat anak buahnya yang didatangkan
dari Tiongkok. Pada perayaan tahun 1724 tersebut telah ditambahkan bangunan
emperan di depan gua.
Perayaan tahunan peringatan
pendaratan Zheng He merupakan salah satu agenda utama di kota Semarang.
Perayaan dimulai dengan upacara agama di kuil Tay Kak Sie, di Gang Lombok. Setelah
itu kemudian dilanjutkan dengan arak-arakan patung Sam Po Kong di kuil Tay Kak
Sie ke Gedong Batu. Patung tersebut kemudian diletakkan berdampingan dengan
patung Sam Po Kong yang asli di Gedong Batu.
Tradisi unik ini bermula sejak
pertengahan kedua abad ke-19. Pada masa itu, kawasan Simongan dikuasai oleh
seorang tuan tanah yang tamak. Orang-orang yang hendak berkunjung ke kuil Sam
Po Kong diharuskan membayar sejumlah uang yang harganya sangat mahal. Karena
kebanyakan peziarah tidak mampu membayarnya, kegiatan pemujaan kemudian
dialihkan ke kuil Tay Kak Sie. Sebuah replika patung Sam Po Kong kemudian
dibuat dan diletakkan di dalam kuil Tay Kak Sie. Setiap tanggal 29 atau 30
bulan keenam menurut penanggalan Imlek Cina, patung duplikat tersebut diarak dari
Tay Kak Sie ke Gedong Batu yang dimaksudkan agar patung replika tersebut
mendapat berkah dari patung asli yang berada di dalam kuil Gedong Batu.
Pada tahun 1879 atau tahun kelima
Guang Xu, kawasan Simongan dibeli oleh Oei Tjie Sien. Oei Tjie Sien merupakan
ayah dari Oei Tiong Ham, penderma yang juga dikenal sebagai Raja Gula Indonesia. Sejak saat itu, para peziarah dapat bersembahyang
di kuil Gedong Batu tanpa dipungut biaya apapun dan urusan pengurusan kuil
diserahkan kepada Yayasan Sam Po Kong setempat. Pawai Sam Po Kong itu
dihidupkan kembali pada tahun 1937 dan terus menjadi daya tarik hingga
sekarang.
Sumber:
EKSKURSI SEMARANG
Terletak di Semarang, provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Masjid ini mulai dibangun sejak tahun 2001 hingga selesai secara keseluruhan pada tahun 2006. Masjid ini berdiri di atas lahan 10 hektar. Masjid Agung diresmikan oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 14 November 2006.
SEJARAH
Keberadaan bangunan masjid ini
tak lepas dari Masjid Kauman Semarang. Pembangunan MAJT berawal dari kembalinya
tanah banda (harta) wakaf milik Masjid Besar Kauman Semarang yang telah sekian
lama tak tentu rimbanya. Raibnya banda wakaf Masjid Besar Kauman Semarang
berawal dari proses tukar guling tanah wakaf Masjid Kauman seluas 119.127 ha
yang dikelola oleh BKM (Badan Kesejahteraan Masjid) bentukan Bidang Urusan
Agama Depag Jawa Tengah. Dengan alasan tanah itu tidak produktif, oleh BKM
tanah itu di tukar guling dengan tanah seluas 250 ha di Demak lewat PT.
Sambirejo. Kemudian berpindah tangan ke PT. Tensindo milik Tjipto Siswoyo.
Pada tanggal 6 juni 2001 Gubernur
Jawa Tengah membentuk Tim Koordinasi Pembangunan Masjid Agung Jawa Tengah untuk
menangani masalah-masalah baik yang mendasar maupun teknis. Berkat niat yang
luhur dan silaturahmi yang erat, dalam waktu kerja yang amat singkat
keputusan-keputusan pokok sudah dapat ditentukan : status tanah,
persetujuan pembiayaan dari APBD oleh DPRD Jawa Tengah, serta pemiilhan lahan
tapak dan program ruang.
MAJT diresmikan pada tanggal 14
November 2006 oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono. Masjid dengan luas
areal tanah 10 Hektar dan luas bangunan induk untuk shalat 7.669 meter persegi
secara keseluruhan pembangunan Masjid ini menelan biaya sebesar Rp
198.692.340.000.
ARSITEKTUR
Masjid Agung Jawa Tengah
dirancang dalam gaya arsitektural campuran Jawa, Islam dan Romawi. Diarsiteki
oleh Ir. H. Ahmad Fanani dari PT. Atelier Enam Jakarta yang memenangkan
sayembara desain MAJT tahun 2001.
Bangunan utama masjid beratap limas khas bangunan Jawa namun dibagian ujungnya dilengkapi dengan kubah besar berdiameter 20 meter ditambah lagi dengan 4 menara masing masing setinggi 62 meter ditiap penjuru atapnya sebagai bentuk bangunan masjid Universal Islam lengkap dengan satu menara terpisah dari bangunan masjid setinggi 99 meter sesuai dengan jumlah Asmaul Husna yang mengikuti gaya arsitektur menara kudus.
Bangunan utama masjid beratap limas khas bangunan Jawa namun dibagian ujungnya dilengkapi dengan kubah besar berdiameter 20 meter ditambah lagi dengan 4 menara masing masing setinggi 62 meter ditiap penjuru atapnya sebagai bentuk bangunan masjid Universal Islam lengkap dengan satu menara terpisah dari bangunan masjid setinggi 99 meter sesuai dengan jumlah Asmaul Husna yang mengikuti gaya arsitektur menara kudus.
Menara di MAJT |
Bentuk atap masjid dengan kubahnya |
Gaya Romawi terlihat dari
bangunan 25 pilar dipelataran masjid. Pilar pilar bergaya koloseum Athena di
Romawi dihiasi kaligrafi kaligrafi yang indah, menyimbolkan 25 Nabi dan Rosul,
di gerbang ditulis dua kalimat syahadat, pada bidang datar tertulis huruf Arab
Melayu “Sucining Guno Gapuraning Gusti“.
FASILITAS
Masjid Agung Jawa Tengah ini,
selain disiapkan sebagai tempat ibadah, juga dipersiapkan sebagai objek wisata
religius. Untuk menunjang tujuan tersebut, Masjid Agung ini dilengkapi dengan
wisma penginapan dengan kapasitas 23 kamar berbagai kelas, sehingga para
peziarah yang ingin bermalam bisa memanfaatkan fasilitas.
Daya tarik lain dari masjid ini
adalah Menara Al Husna atau Al Husna Tower yang tingginya 99 meter. Bagian
dasar dari menara ini terdapat Studio Radio Dais (Dakwah Islam). Sedangkan di
lantai 2 dan lantai 3 digunakan sebagai Museum Kebudyaan Islam, dan di lantai
18 terdapat Kafe Muslim yang dapat berputar 360 derajat. Lantai 19 untuk menara
pandang, dilengkapi 5 teropong yang bisa melihat kota Semarang.
Area serambi Masjid Agung Jawa
Tengah dilengkapi 6 payung raksasa otomatis seperti yang ada di Masjid Nabawi,
Tinggi masing masing payung elektrik adalah 20 meter dengan diameter 14 meter.
Payung elektrik dibuka setiap shalat Jumat, Idul Fitri dan Idul Adha dengan
catatan kondisi angin tidak melebihi 200 knot, namun jika pengunjung ada yang
ingin melihat proses mengembangnya payung tersebut bisa menghubungi pengurus
masjid.
MAJT memiliki koleksi Al Quran
raksasa berukuran 145 x 95 cm². Ditulis tangan oleh Drs. Khyatudin, dari Pondok
Pesantren Al-Asyariyyah, Kalibeber, Mojotengah, Wonosobo. Lokasi berada di
dalam ruang utama tempat shalat. Beduk raksasa berukuran panjang 310 cm,
diameter 220 cm. Merupakan replika beduk Pendowo Purworejo. Dibuat oleh para
santri pondok pesantren Alfalah, Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, asuhan KH
Ahmad Sobri, menggunakan kulit lembu Australia.
Untuk memasuki
kawasab Masjid Agung Jawa Tengah, pengunjung tidak dipungut biaya. Namun,
jika pengunjung ingin memasuki area tertentu seperti Menara Asmaul Husna,
pengunjung diwajibkan membayar Rp 3.000 per orang untuk jam kunjungan antara
pukul 08.00-17.30 WIB. Dan apabila pengunjung datang pada jam 17.30-21.00 WIB
tarif tersebut meningkat menjadi Rp 4.000 per orang. Bagi pengunjung yang ingin
menggunakan teropong yang terdapat di Menara Asmaul Husna itu, maka pengunjung
harus mengeluarkan ongkos tambahan sebesar Rp 500,- per menit.